BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin)
disebut sebagai antigen.Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein
kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam
tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila
antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi.Zat anti
terhadap racun kuman disebut antioksidan.Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan
antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk. Pada
umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang
kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh
tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk
antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat.Tubuh belum
mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3
dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi.
Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya
dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal
(imun) terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan
imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan
pengobatan.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
B.
Perumusan
Masalah
1.
Apa saja definisi dari imunisasi?
2.
Apa saja jenis imunisasi?
3.
Apa efek samping dari imunisasi?
4.
Apa penyakit-penyakit yang ditimbulkan pada anak yang tidak di imunisasi?
5.
Kapan jadwal pemberian imunisasi pada anak dan dewasa?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
3.
Untuk mengetahui efek samping dari imunisasi.
4.
Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang di timbulkan pada anak yang tidak di
imunisasi
5.
Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak dan dewasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal
dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu
saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).
Imunisasi adalah
usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke
dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
memberikan kekebalan atau imunitas pada bayi dan anak sehingga terhindar dari
penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang
infeksius pada seorang individu untuk merangsang system imun dan memproduksi
anti bodi yang akan mencegah infeksi (Schwartz,2004).
Imunisasi adalah proses yang menginduksi imunitas secara
artifisial dengan pemberian bahan antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup
yang dilemahkan atau diinaktifkan (Wahab,2000).
Imunisasi adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas
seseorang sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi
(Hinchliff, 1999).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga
rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya
dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap
terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak (www.litbang.depkes.go.id).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan
terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang
telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau
bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya
digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (http://harry-arudam.blogspot.com/2012/03/pengertian-imunisasi.html).
Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit (http://pkmdanaurawah.blogspot.com/2011/10/pengertian-imunisasi-dan-cara-pemberian.html).
Imunisasi adalah tindakan pemberian kekebalan terhadap
serangan penyakit tertentu dengan jalan memasukkan suatu zat antibody ke dalam
tubuh (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2021254-pengertian-imunisasi/).
B.
Jenis-jenis Imunisasi
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
Kepanjangan BCG? Mungkin karena
susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal kepanjangannya. BCG adalah
vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG
merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1
dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat
bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat
dipercaya. Maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini
bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan
seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi
hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila
hasilnya > 10 μg dianggap memiliki
kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan
mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Royan said : maksudnya, kalau sih
anak sudah kemasukkan kuman TBC sebelum diimunisasi, proses pembentukan
antibbodi setelah diimunisasi kurang memuaskan. Karena itu, BCG dianjurkan
diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila usia anak
lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau
belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak
diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir
tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan
imunisasi BCG buat anaknya. Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi
BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan
ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan.Jadi tidak benar kalau parutnya
kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis
0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara
intrakutan, maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila
penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena
manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan
kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan
obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2000).
2. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini juga
merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi
ini dalam program nasionalnya.Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan
virus ini sulit disembuhkan.Bila sejak lahir telah terinfeksi virud hepatitis B
(VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga
dewasa.Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati.
Banyak jalan masuk virus hepatitis B
ke tubuh si kecil.Yang potemsial melalui jalan lahir. Cara lain melalui kontak
dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melali alat-alat
medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B,
seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik
gigi.Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antar
anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang
tampak secara kasat mata.Bahkan oleh dokter sekalipun.Fungsi hati kadang tak
terganggu meski sudah mengalami sirosis.Anak juga terlihat sehat, nafsu makan
baik, berat badan juga normal.Penyakit baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan darah.
Upaya pencegahan adalah langkah
terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B,
biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah
membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk
mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali,
dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan
antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia PemberianSekurang-kurangnya 12
jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada
paru-paru dan jantung.Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus
bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan: Pada anak di
lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat
anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas
vaksin.
Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda
klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran
keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya
setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya
8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau
angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0
berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi,
antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami
respons imun yang cukup.
Indikator Kontra: Tak dapat
diberikan pada anak yang sakit berat
3. Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang
pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat dimana mana yaitu vaksin
tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang
disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit
aslinya, sehingga banyak digunakan.Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik
tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah
mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada
penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena daya tahan
tubuhnya lemah.
Polio atau lengkapnya poliomelitis
adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh
pada kedua kaki.Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup
karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio
sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah.Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno
menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan
tongkat.Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi
pincang seumur hidupnya.
Virus polio menyerang tanpa
peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada
kaki.Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot
pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia
II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak
terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak
membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam
renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
Virus polio menular secara langsung
melalui percikan ludah penderita atau makanan dan minuan yang dicemari.
Pencegahannya dengan dilakukan
menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai dengan jadwal imunisasi.
4. DPT
Deskripsi Vaksin Jerap DPT adalah vaksin yang terdiri dari
toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah
diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal
0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal
sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri,
tetanus dan batuk rejan.
Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang
dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang
diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk
menghomogenkan suspensi.Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau
secara subkutan yang dalam.Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang
direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan.(Penyuntikan di bagian pantat pada
anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul).Tidak
boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis
adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe
yang steril.
Di negara-negara dimana pertusis merupakan ancaman bagi bayi
muda, imunisasi DPT harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama
diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval
masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan secara aman dan efektif pada
waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV),
Hepatitis B, Hib.dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang
berkaitan dengan suntikan pertama DPT. Gejala-gejala keabnormalan otak pada
periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf
merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Imunisasi DPT kedua tidak
boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama DPT. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT
untuk meneruskan imunisasi ini.Untuk individu penderita virus human
immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi
imunisasi DPT sesuai dengan standar jadual tertentu.
5. Campak
Imunisasi
campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit
yang disebabkan virus Morbili ini.Untungnya campak hanya diderita sekali seumur
hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan
campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang
terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar
10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi.Setelah itu barulah muncul gejala flu
(batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau
saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih
yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare.satu-dua hari
kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.
Seiring
dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit
ini.Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.Awalnya haya
muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki.Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian
tibih saja dan tidak banyak.
Jika
bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi.
Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya.
Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari
sisa-sisa campak.Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan
dokter.Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.Pengobatannya bersifat
simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul.Hingga saat ini,
belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak
ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya.Bisa terjadi komplikasi,
terutama pada campak yang berat.Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di
sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.Komplikasi yang
terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.Komplikasi ini yang
umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.
Usia dan
Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6
tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi
dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak
usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada
usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella)
(www.organisasi.org).
6. Imunisasi
MMR (Measles, Mumps, dan Rubela)
Merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan atau mencegah terjadinya
penyakit campak (measles), gondong , parotis epidemika (mumps) dan rubela
(campak jerman). Dalam imunisasi MMR ini antigen yang dipakai adalah virus
campak strainedmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3 dan virus
gondong. Vaksin ini tidak dianjurkan pada bayi usia dibawah 1 tahun karena
dikhawatirkan terjadi interferensi dengan antibodi maternal yang masih ada,
khusus pada daerah endemic sebaiknya diberikan imunisasi campak yang monovalen
dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan dan boster dapat dilakukan MMR pada
usia 15-18 bulan.
Efek samping vaksin porotitis biasanya berupa pembengkakan
kelenjar liur yang timbul 10-14 hari setelah vaksin. Sedangkan untuk vaksin
rubella, efek sampingnya terinfeksi rubella ringan seperti demam ringan, nyeri
tenggorokan, pusing ruam, dan pembengkakan kelenjar.
7. Imunisasi
Tiphus Abdominalis (Tifoid)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit tifus abdominalis,
dalam persediaannya khususnya Indonesia terdapat tiga jenis vaksin tifus
abdominalis diantaranya kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotf,
berna) dan antigen capsular Vi polysacchgaride (typhim Vi, Pasteur meriux) pada
vaksin kuman yang dimatikan dapat diberikan untuk bayi 6-12 bulan adalah 0,1
ml, 1-2 tahun 0,2 ml, dan 2-12 tahun adalah 0,5 ml, pada imunisasi awal dapat
diberikan sebanyak dua kali dengan interval empat minggu kemudian penguat
setelah satu tahun kemudian.
Pada vaksin kuman yang dilemahkan dapat diberikan dalam
bentuk capsul ateric coated sebelum makan pada hari 1,2,5 pada anak diatas usia
6 tahun dan pada antigen capsular diberikan pada usia diatas dua tahun dan
dapat diulang tiap tiga tahun.
8. Imunisasi
Varicella
Merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit varicella (cacar
air). Vaksin varicella merupakan virus hidup varicella zoozter strain OKA yang
dilemahkan pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntukan tunggal pada
usia 12 tahun di daerah tropic dan bila diatas usia 13 tahun dapat diberikan dua kali suntikan dengan
interval 4-8 minggu.
9.
Imunisasi Hepatitis A
Merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A.
pemberiaan imunisasi ini dapat diberikan pada usia diatas dua tahun. Untuk
imunisasi awal dengan menggunakan vaksin havrix (isinya virus hepatitis A
strain HM175 yang inactivated) dengan 2 suntikan dengan interval 4 minggu dan
boster pada enam bulan kemudiaan dan apabila menggunakan vaksin MSD dapat
dilakukan tiga kali suntikan pada usia 0, 6 dan 12 bulan.
10.
Imunisasi HIB (Haemophilus Influenza Tipe B)
Merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe b.
Vaksin ini
adalah bentuk polisakarida murbi (PRP; purified capsular polysacharide) kuman
H. Influenzae tipe b , antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan
protein-protein lain seperti toksoid tetanus (PRP- OMPC). Pada pemberiaan
imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan dengan tiga suntikan dengan interval dua
bulan kemudian vaksin PRP OMPC dilakukan dengan suntikan dengan interval dua
bulan kemudian bosternya dapat dilakukan pada usia 18 bulan.
Efektivitas
vaksi HIB sekitar 95 % dan relative aman meskipun menimbulkan reaksi local
berupa rasa nyeri dan kemerahan pada sekitar 5-15 % bayi.
11. Imunisasi TT (Tetanus, Toksoid)
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat
digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit
tetanus. Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot
paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah
reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan
rasa nyeri.
C.
Efek
Samping Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh
bayi.Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping
imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil.
Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna.Itulah
sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi
mereka untuk membangun pertahanan tubuh.Dengan imunisasi, diharapkan anak
terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek
samping. Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua
was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan
vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja.Namun, kita pun tidak
boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat
berat, bahkan berujung kematian.Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI
disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI).Menurut Komite
Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian
sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis
vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang
bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit,
sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro
SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi
dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam
jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat
maupun lambat.Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal,
sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat
gejalanya.Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42
hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan
polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap
obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin,
misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul
akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan
vaksin.Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata
kejadian yang timbul kebetulan," demikian Sri.
Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine
(IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor
kebetulan."Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat
kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas
dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang
Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang
terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka
dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik vaksin, maupun
dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk
semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak adalah
pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat
kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara
mereka bereaksi terhadap suatu vaksin,"
Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh
imunisasi.Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk
lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi
pasca-imunisasi:
1. Reaksi
Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum
suntik, baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi
KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada
tempat suntikan.Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut,
pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.
2. Reaksi
vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh
umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan".
Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun
panas.Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena
adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin
menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah
perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.
3. Penyebab
tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat
dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke
kelompok "penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih
lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok
penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau Fiksi?raguan tentang
aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini sudah ada
puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu
lainnya yang tidak dilaporkan.Pada anak-anak, imunisasi (dan antibiotik)
bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-obat resep
lainnya.Jadi realitanya, tidak ada obat yang aman untuk setiap anak.Dan,
beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.
Keamanan imunisasi seharusnya
berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa, pendapat,
keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini banyak yang
tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada
tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada.Yang
juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi
massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun
1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat, telah
terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk
kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma
keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis,
dan masalah kesehatan yang menahun lainnya.
Di Amerika Serikat dan tempat-tempat
lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah masalah medis yang terkait
dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional kedokteran, telah
mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian yang
lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari
imunisasi.
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan
efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul
bekerja secara tepat :
a) BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi
pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian
pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah
±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
b) DPT: Kebanyakan bayi menderita panas
pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun
dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan
atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu
mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak
timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan
perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
c) POLIO : Jarang timbuk efek samping.
d) CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan
kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
e) HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan
adanya efek samping. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan
daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
D.
Penyakit yang di Timbulkan Pada Anak yang Tidak di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi
juga ampuh untuk mencegah dan menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada
anak-anak.Lalu mengapa kadangkala orangtua kerap mengabaikan tindakan penting
tersebut?Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?
Sesuai
dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan
Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan
kepada anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab
fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit – penyakit seperti
:
1. Tuberkulosis
(TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru,
merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di
negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka
kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju faktor
resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko
penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko
terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan
orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
2. Hepatitis
B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi
menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen) dibandingkan kemungkinan
pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B mutlak
perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B
umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti orang sehat.
Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B,
bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang
memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta
sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera
periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai
salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan virus ini 100
kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan diperkirakan
menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan
merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan.Pada
serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika
penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut,
sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.
3. Penyakit Polio
Penyakit ini disebabkan virus,
menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.Anak yang terkena polio
dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis atau Polio, adalah
penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus.Agen pembawa penyakit
ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke
sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata
Polio sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya
yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός "abu-abu" dan μυελός
"bercak".Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili
Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA
single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen
dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein
kecil (Vpg).Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit
peradaban.Polio menular melalui kontak antarmanusia.Virus masuk ke dalam tubuh
melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi
feses.
Poliovirus adalah virus RNA kecil
yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang
sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang
tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3
hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1
(brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling
paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar
biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi.
Sedangkan Strain 2 adalah yang
paling jinak.Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu Polio non-paralisis,
Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non-paralisis menyebabkan
demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher
dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis Spinal Jenis
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita
akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada
kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler
darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf tulang
belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik.Pada periode inilah
muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan
atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang
saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem
saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya
virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor.
Neuron motor tidak memiliki
kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi
terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan
tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis
(AFP).Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menye-babkan kelumpuhan pada
batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut
quadriplegia. -Polio Bulbar Polio jenis
ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut
terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan
saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan
bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar
air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke
jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi
setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ''perintah
bernapas'' ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal
karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ''tenggelam'' dalam
sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam
paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah
menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang
lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau
tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar
masuk paru-paru.Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma
dan kematian.
Penyakit Polio dapat ditularkan oleh
infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan) atau dari tinja
penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular melalui oro-fecal
(makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang kemudian virus ini akan
berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian menyebar ke kelenjar getah
bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh tubuh.
Penularan terutama sering terjadi
langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau
yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut).Virus Polio dapat
bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai
berkilo-kilometer dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi akibat
tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita yang telah terinfeksi,
namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.Virus Polio sangat tahan terhadap
alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor.Suhu yang
tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku dapat
bertahun-tahun masa hidupnya.
4. Penyakit
Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9
hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai
dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva)
dan ruam kulit.Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan
Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena
menghirup percikan ludah penderita campak.Penderita bisa menularkan infeksi ini
dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit
ada.
Penyebab Campak, rubeola, atau
measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak
awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam.
Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi
melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak
(air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh
setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang
lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang
rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang
tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan
imunisasi kedua.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14
hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan -
hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata
merah ( conjuctivitis ) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut
bagian dalam (bintik Koplik).Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal
muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas.Ruam ini bisa berbentuk makula
(ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol).
Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di
leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh,
lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita
merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40°
Celsius.3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan
ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan
mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat
merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7
hari.
5. Difteri,
pertusis dan tetanus
Difteri disebabkan bakteri yang
menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Difteri
merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.Penyakit ini
mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas.
Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman
ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui
benda atau makanan yang terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk
polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Gejala utama dari penyakit
difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari
kuman ini.Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu
abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai
tenggorokan.Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan
sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot
jantung, ginjal dan jaringan syaraf (www.blogdokter.net).
Difteri dapat menyerang seluruh
lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi.
Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang
diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari bahasa
Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.Penyakit ini adalah
penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan
trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus),
spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan (wikipedia.org).
Penyakit tetanus disebabkan oleh
bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran hewan, debu, dan
sebagainya.Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang tercemar
kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin
(racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations Children’s
Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat
berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di
rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat
yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan
tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan
(www.unicef.org).Angka kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara
15-25%.
Pertusis atau batuk rejan adalah
penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang melibatkan
pita suara (larinks), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan iritasi pada
saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah.Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran
pernapasan dan sangat mudah tertular (www.warmasif.co.id).
Pertusis dapat menyerang segala
umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini
akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya
pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah.Pada tahun 2000
diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang
diakibatkan oleh pertusis.
E.
Jadwal
Pemberian Imunisasi pada Anak dan Dewasa
1.
Jadwal
pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali
suntik.
§ Pertama : Bila ibu adalah pembawa
virus dalam darahnya, maka vaksin harus diberikan paling lama 12 jam setelah
lahir. Tetapi bila ibu bukan pembawa virus, bisa diberikan pada kontrol di
bulan pertama atau kedua.
§ Kedua : Kalau yang pertama diberikan
segera setelah lahir, yang kedua diberikan antara bulan pertama dan kedua. Bila
yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan antara bulan
ketiga dan keempat.
§ Ketiga : Diberikan pada usia 6 bulan
untuk yang mendapatkan vaksin pertama sebelum usia 1 bulan. Untuk yang
mendapatkan vaksin pertama setelah usia 1 bulan, diberikan pada usia antara 6
s/d 18 bulan.
§ Resiko yang mungkin timbul Resiko
serius yang berkaitan dengan pemberian vaksin HBV sangat jarang terjadi.
Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi kemerah-merahan.
§ Menunda pemberian Bila anak sakit
lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila ada reaksi alergi serius terhadap
suntikan vaksin.
§ Setelah pemberian Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin
naik, dan juga daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda bisa
memakai obat penurun panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres dengan air hangat
bagian bekas suntikan.
2.
Jadwal
pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu
pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum
masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat
terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5
tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk
mendapatkan Td setiap 10 tahun.
§ Resiko yang mungkin timbul
Seringkali pemberian vaksin ini menimbulkan panas badan ringan atau panas di
sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis dalam vaksin.
§ Menunda pemberian : Bila anak sakit
lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila anak memiliki kelainan syaraf atau
tidak tidak tumbuh secara normal, komponen pertussis dari vaksin dianjurkan
untuk tidak diberikan danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila setelah
mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti dibawah konsultasikan
dengan dokter anak sebelum mendapatkan vaksin lainnya : kejang-kejang dalam 3
s/d 7 hari setelah imunisasi kejang-kejang yang makin memburuk dibanding
sebelumnya apabila pernah mengalaminya reaksi alergi kesulitan makan atau
gangguan pada mulut, tenggorokan atau muka panas badan lebih dari 40 derajat
Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari pertama setelah imunisasi
terus menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama setelah imunisasi
§ Setelah pemberian : Anak mungkin
mengalami panas badan ringan dan atau kemerah-merahan di sekitar bekas
suntikan. Untuk mencegah panas badan kadangkala dokter anak memberikan resep
obat sebelum imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda apabila timbul
gejala-gejala seperti diatas.
3.
POLIO
Jadwal pemberian Diberikan pada usia
3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4
s/d 6 tahun). Imunisasi pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan
OPV. Namun apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin
semuanya secara IPV.
§ Resiko yang mungkin timbul Bagi anda
yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio pada saat balita dianjurkan untuk
imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan vaksin polio secara OPV. Ini
untuk mencegah penularan virus polio hidup yang terkandung dalam vaksin OPV ke
anda.
§ Menunda pemberian Apabila anak
memiliki gangguan kekebalan tubuh, vaksin IPV lebih baik daripada OPV. Sebagai
catatan, untuk anak-anak tipe ini harus dihindari kontak dengan anak lain yang
baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu setelah vaksinasi. Vaksin
IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki alergi serius terhadap
antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu sebaiknya diberikan vaksin
tipe OPV.
§ Setelah pemberian Untuk IPV, sering
menimbulkan panas badan ringan dan nyeri atau kemerah-merahan di sekitar bekas
suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi apapun.
4.
BCG Jadwal pemberian
Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.
§ Resiko yang mungkin timbul Jarang
ditemui adanya reaksi berlebihan terhadap vaksin ini.
§ Menunda pemberian Bila anak sakit
lebih dari sekedar panas badan ringan.
§ Setelah pemberian Seperti vaksin
lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak ada gejala lain yang
serius.
5.
MMR
/ CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua
kali pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah
(4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
§ Resiko yang mungkin timbul Jarang
sekali timbul masalah serius akibat vaksin ini.
§ Menunda pemberian Bila anak sakit
lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila memiliki alergi terhadap telur atau
antibiotika neomycin. Bila menerima gamma globulin dalam selang waktu 3 bulan
sebelum imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan tubuh akibat kanker atau
sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.
§ Setelah pemberian Seperti vaksin
lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak ada gejala lain yang
serius.
Berikut ini adalah jadwal imunisasi
anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004 (revisi September 2003):
Umur
|
Vaksin
|
Keterangan
|
Saat lahir
|
Hepatitis B-1
|
|
1 bulan
|
Hepatitis B-2
|
|
0-2 bulan
|
|
|
2 bulan
|
DTP-1
|
|
Hib-1
|
|
|
Polio-1
|
|
|
4 bulan
|
DTP-2
|
|
Hib-2
|
|
|
Polio-2
|
|
|
6 bulan
|
DTP-3
|
|
Hib-3
|
|
|
Polio-3
|
|
|
Hepatitis B-3
|
|
|
9 bulan
|
Campak-1
|
|
15-18 bulan
|
|
|
Hib-4
|
|
|
18 bulan
|
DTP-4
|
|
Polio-4
|
|
|
2 tahun
|
Hepatitis A
|
|
2-3 tahun
|
Tifoid
|
|
5 tahun
|
DTP-5
|
|
Polio-5
|
|
|
6 tahun.
|
|
|
10 tahun
|
dT/TT
|
|
Varisela
|
|
Jadwal Imunisasi Dewasa
Rekomendasi
Vaksinasi untuk Orang Dewasa
dengan Indikasi Medis/Kondisi Tertentu
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Imunisasi bertujuan untuk merangsang
system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Supartini,2004). Walaupun cakupan
imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang
tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd
immunity”.
Berdasarkan hasil penelitian
Schwarts,dkk (2004), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan
lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan
kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur
dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud
imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG
1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia
kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat
memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak
diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian tetanus toksoid pada ibu
hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang
ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak
steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan
dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati
100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan
memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan
perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali.(Schwartz dkk, 2004).
Vaksin sebagai suatu produk biologis
dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak
selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek
samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit
yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan
imunisasi.Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam,
yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor
kebetulan dan penyebab tidak diketahui.Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi
dua yaitu gejala lokal dan sistemik.Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan,
nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara
lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang
berkepanjangan.
B. Saran
1.
Perlu
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang imunisasi di kalangan
paramedis sehingga pelayanan kesehatan khususnya imunisasi dapat diberikan
sesuai dengan standar asuhan pelayanan kesehatan.
2.
Perlu
pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang sebenarnya tentang
pentingnya imunisasi dan hal-hal yang berkaitan sehingga masyarakat tidak perlu
takut membawa anaknya imunisasi.
3.
Bagi
setiap Ibu agar selalu memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus selalu aktif
ke posyandu atau tenaga kesehatan terdekat. Karena dengan di beri Imunisasi
dapat mencegah bayi dalam berbagai penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,
A.Aziz Alimul.2008.Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk
pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC
Schwartz, M.William. 2004. Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta : EGC
Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :EGC
Umar, 2006. Imunisasi
Mengapa Perlu ?.Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara
Wahab,samik. 2000. Ilmu
kesehatan anak vol. 2. Jakarta : EGC
www.blogdokter.net/2009/gejala-utama-penyakit-difteri.html(diakses pada tanggal 28 November 2014 )
www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/documentation/vol.32_No.2/imunisasi.pdf(diakses pada tanggal 28 November 2014 )
www.organisasi.org/arti-definisi-pengertian-imunisasi-tujuan-manfaat-cara-dan-jenis-imunisasi-pada-manusia(diakses pada tanggal 28 November 2014)
www.unicef.org (diakses pada tanggal 28 November 2014)
www.warmasif.co.id (diakses pada tanggal 28 November 2014)
http://ekadamadama.blogspot.com/2013/01/makalah-imunisasi-pada-bayi.html
(diakses pada tanggal 28 November 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar